Mode Suara

Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih di dampingi Hakim Konstitusi Ridwan Mansyur dan Hakim Konstitusi Arsul Sani pimpin persidangan pengujian Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman (UU Kekuasaan Kehakiman), pada Selasa (1/10/2024) di Ruang Sidang Panel MK. Foto: Humas/Panji

Selasa, 01 Oktober 2024 | 08:22

Dibaca: 155

Wirausahawan Uji UU Kekuasaan Kehakiman Akibat Perbedaan Implementasi Putusan MK

JAKARTA, HUMAS MKRI – Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang pemeriksaan pendahuluan uji materiil Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman (UU Kekuasaan Kehakiman), pada Selasa (1/10/2024) di Ruang Sidang Panel MK. Perkara Nomor 133/PUU-XXII/2024 ini diajukan oleh seorang wirausahawan bernama Justino Halomoan Sinaga.

Pasal 5 ayat (1) UU 48/2009 menyatakan, “Hakim dan hakim konstitusi wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat.” Dalam sidang yang dipimpin oleh Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih, Pemohon yang hadir tanpa didampingi kuasanya menyampaikan keberatan atas ketidakadilan yang ia alami terkait perbedaan implementasi dua putusan MK, yakni Putusan Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang berhubungan dengan syarat usia calon presiden dan wakil presiden, serta Putusan Nomor 60/PUU-XXII/2024 yang membahas ambang batas pencalonan kepala daerah.

"Saya memohon pendapat Yang Mulia, karena dalam UU MK terdapat mekanisme pengujian undang-undang. Namun, dalam Pasal 5 UU Kekuasaan Kehakiman tertulis secara eksplisit bahwa hakim wajib memahami nilai-nilai hukum dan keadilan dalam masyarakat. Jadi, tidak hanya sekedar pengujian, tetapi juga memahami dan mengikuti norma-norma tersebut," ujar Pemohon.

Dalam petitumnya, Pemohon meminta MK untuk menyatakan bahwa Keputusan KPU Nomor 504 Tahun 2024 tentang Penetapan Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden Terpilih dalam Pemilihan Umum Tahun 2024 melanggar konstitusi serta hukum formil, yakni Pasal 10 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Selain itu, Pemohon juga meminta agar Pasal 5 ayat (1) UU 48/2009 ditegaskan dalam rangka membentuk peradilan yang bersih, berwibawa, serta sistem peradilan yang terpadu untuk mewujudkan keadilan bagi rakyat Indonesia.

Saran Perbaikan

Menanggapi permohonan ini, Hakim Konstitusi Arsul Sani menekankan pentingnya mematuhi prosedur yang diatur dalam Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 2 Tahun 2021. Selain itu, Arsul meminta Pemohon untuk memperjelas redaksi mengenai kerugian konstitusional yang dialami.

“Harap dibaca kembali, terutama Pasal 10 ayat (2) yang mengatur struktur permohonan. Juga perhatikan contoh permohonan yang sudah diperbaiki dan diputus di website MK. Dalam permohonan, setelah identitas pemohon, harus ada bagian duduk perkara,” ujar Arsul.

Kemudian, Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih menyarankan Pemohon untuk memperbaiki petitum agar menyesuaikan dengan apa yang menjadi permasalahan Pemohon.

Panel Hakim memberikan waktu selama 14 hari untuk memperbaiki permohonan. Perbaikan permohonan harus diserahkan kepada Kepaniteraan MK.(*)

Penulis: Utami Argawati
Editor: Lulu Anjarsari P.
Humas: Raisa Ayuditha Marsaulina