Mode Suara
Rabu, 24 Juli 2024 | 08:35
Dilihat : 724JAKARTA, HUMAS MKRI – Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menggelar sidang uji materiil Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-undang Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang (UU Pilkada) pada Rabu (24/7/2024). Mahasiswa sekaligus politisi muda bernama Terence Cameron yang menjadi pemohon dalam Perkara Nomor 61/PUU-XXII/2024 ini hadir secara langsung ke MK ini mendalilkan Pasal 48 ayat (4), Pasal 49 ayat (8) dan ayat (9), dan Pasal 50 ayat (8) dan ayat (9) UU Pilkada.
Pemohon menyampaikan pokok-pokok perbaikan permohonannya, di antaranya pada bagian kedudukan hukum Pemohon sebagai perseorangan WNI yang memiliki hak pilih pada Pilkada 2024 mendatang untuk pemilihan di DKI Jakarta. Dalam hal ini Pemohon merasa dirugikan, karena pasal-pasal tersebut berpotensi terjadinya calon tunggal yang berakibat pada Pilkada DKI yang tidak akan menjadikan pemilu kepala daerah yang demokratis. Selain itu, Pemohon juga memperbaiki petitum permohonannya.
“Selain itu, Pemohon juga telah menjabarkan kerugian konstitusional akibat calon tunggal yang berdampak pada pilkada yang tidak adil dan demokratis. Berikutnya Pemohon juga memperkuat alasan permohonan bahwa alasan dan batu uji yang diajukan tidak sama dengan permohonan sebelumnya,” urai Terence di hadapan Majelis Sidang Panel yang terdiri atas Hakim Konstitusi Arief Hidayat, Hakim Konstitusi Ridwan Mansyur, dan Hakim Konstitusi Arsul Sani.
Pada sidang perdana yang digelar pada Kamis (11/7/2024), Pemohon yang hadir tanpa kuasa hukum menyebutkan dalam kondisi pilkada yang hanya terdapat satu pasangan calon, maka pasangan calon perseorangan baru tidak akan bisa menyerahkan dokumen syarat dukungan dan pengikuti pendaftaran di masa perpanjangan. Sebab, Pasal 48 ayat (4) UU Pilkada mensyaratkan pasangan calon perseorangan menyerahkan dokumen tersebut untuk dilakukan verifikasi faktual paling lambat 28 hari sebelum waktu pendaftaran pasangan calon dimulai. Namun, pada norma tersebut tidak disebutkan ketentuan yang mengatur tentang proses verifikasi faktual dokumen syarat dukungan untuk calon perseorangan ketika dilakukannya penundaan karena terdapat satu pasangan calon.
Lebih jelas Pemohon mengatakan, dalam kondisi hanya terdapat satu pasangan calon, pada Pasal 49 ayat (8) dan Pasal 50 ayat (8) UU Pilkada mengamanatkan agar dilakukan penundaan tahapan pemilihan paling lama 10 hari. Menurut pandangan Pemohon, penggunaan frasa ‘paling lama’ tersebut tidak memberikan kepastian hukum. Sebab, penyelenggara pemilihan dapat saja melakukan penundaan hanya 1 hari. Akibatnya waktu ini tidak cukup bagi calon perseorangan baru untuk mengumpulkan syarat dukungan.
Sementara itu, pada Pasal 49 ayat (9) dan Pasal 50 ayat (9) mengamanatkan kepda KPU untuk kembali membuka pendataran selama paling lama 3 hari setelah dilakukan penundaan tahapan. Aturan ini, menurut Pemohon, juga tidak memberikan ruang waktu untuk dilakukan verifikasi administrasi dan faktual terhadap dokumen syarat dukungan bagi calon perseorangan baru tersebut.
Pada intinya, permohonan ini mengajukan pengujian terkait dengan ketentuan untuk mengizinkan pasangan calon perseorangan baru untuk dapat memberikan syarat dukungan dan melakukan pendaftaran ketika terjadi penundaan tahapan pemilihan dan perpanjangan pendaftaran calon yang disebabkan hanya terdapat calon tunggal. Sebab, KPU mengumumkan masa penyerahan persyaratan dukungan calon perseorangan hanya sampai 12 Mei 2024.
Untuk itu, dalam petitumnya, Pemohon meminta agar Mahkamah mengabulkan permohonan Pemohon untuk seluruhnya. Selain itu, Pemohon juga meminta Mahkamah menyatakan ketentuan di dalam Pasal 48 ayat (4) UU Pilkada yang berbunyi “KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota dibantu oleh pasangan calon perseorangan atau tim yang diberikan kuasa oleh pasangan calon menyerahkan dokumen syarat dukungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada PPS untuk dilakukan verifikasi faktual paling lambat 28 (dua puluh delapan) Hari sebelum waktu pendaftaran pasangan calon dimulai” bertentangan dengan UUD 1945. Serta tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai “KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota dibantu oleh pasangan calon perseorangan atau tim yang diberikan kuasa oleh pasangan calon menyerahkan dokumen syarat dukungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada PPS untuk dilakukan verifikasi faktual paling lambat 28 (dua puluh delapan) Hari sebelum waktu pendaftaran pasangan calon dimulai, kecuali dalam hal terjadinya penundaan tahapan pelaksanaan pemililihan dan perpanjangan masa pendaftaran calon Gubernur dan Wakil Gubernur”.(*)
Penulis: Sri Pujianti
Editor: Lulu Anjarsari P.
Humas: Raisa Ayuditha Marsaulina
Terence Cameron selaku Pemohon memaparkan pokok-pokok perbaikan permohonan, pada sidang pengujian Undang Undang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota (UU Pilkada), diruang sidang panel MK, pada Rabu (24/7/2024). Foto: Humas/Panji
Rabu, 24 Juli 2024 | 08:35
Dibaca: 724
JAKARTA, HUMAS MKRI – Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menggelar sidang uji materiil Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-undang Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang (UU Pilkada) pada Rabu (24/7/2024). Mahasiswa sekaligus politisi muda bernama Terence Cameron yang menjadi pemohon dalam Perkara Nomor 61/PUU-XXII/2024 ini hadir secara langsung ke MK ini mendalilkan Pasal 48 ayat (4), Pasal 49 ayat (8) dan ayat (9), dan Pasal 50 ayat (8) dan ayat (9) UU Pilkada.
Pemohon menyampaikan pokok-pokok perbaikan permohonannya, di antaranya pada bagian kedudukan hukum Pemohon sebagai perseorangan WNI yang memiliki hak pilih pada Pilkada 2024 mendatang untuk pemilihan di DKI Jakarta. Dalam hal ini Pemohon merasa dirugikan, karena pasal-pasal tersebut berpotensi terjadinya calon tunggal yang berakibat pada Pilkada DKI yang tidak akan menjadikan pemilu kepala daerah yang demokratis. Selain itu, Pemohon juga memperbaiki petitum permohonannya.
“Selain itu, Pemohon juga telah menjabarkan kerugian konstitusional akibat calon tunggal yang berdampak pada pilkada yang tidak adil dan demokratis. Berikutnya Pemohon juga memperkuat alasan permohonan bahwa alasan dan batu uji yang diajukan tidak sama dengan permohonan sebelumnya,” urai Terence di hadapan Majelis Sidang Panel yang terdiri atas Hakim Konstitusi Arief Hidayat, Hakim Konstitusi Ridwan Mansyur, dan Hakim Konstitusi Arsul Sani.
Pada sidang perdana yang digelar pada Kamis (11/7/2024), Pemohon yang hadir tanpa kuasa hukum menyebutkan dalam kondisi pilkada yang hanya terdapat satu pasangan calon, maka pasangan calon perseorangan baru tidak akan bisa menyerahkan dokumen syarat dukungan dan pengikuti pendaftaran di masa perpanjangan. Sebab, Pasal 48 ayat (4) UU Pilkada mensyaratkan pasangan calon perseorangan menyerahkan dokumen tersebut untuk dilakukan verifikasi faktual paling lambat 28 hari sebelum waktu pendaftaran pasangan calon dimulai. Namun, pada norma tersebut tidak disebutkan ketentuan yang mengatur tentang proses verifikasi faktual dokumen syarat dukungan untuk calon perseorangan ketika dilakukannya penundaan karena terdapat satu pasangan calon.
Lebih jelas Pemohon mengatakan, dalam kondisi hanya terdapat satu pasangan calon, pada Pasal 49 ayat (8) dan Pasal 50 ayat (8) UU Pilkada mengamanatkan agar dilakukan penundaan tahapan pemilihan paling lama 10 hari. Menurut pandangan Pemohon, penggunaan frasa ‘paling lama’ tersebut tidak memberikan kepastian hukum. Sebab, penyelenggara pemilihan dapat saja melakukan penundaan hanya 1 hari. Akibatnya waktu ini tidak cukup bagi calon perseorangan baru untuk mengumpulkan syarat dukungan.
Sementara itu, pada Pasal 49 ayat (9) dan Pasal 50 ayat (9) mengamanatkan kepda KPU untuk kembali membuka pendataran selama paling lama 3 hari setelah dilakukan penundaan tahapan. Aturan ini, menurut Pemohon, juga tidak memberikan ruang waktu untuk dilakukan verifikasi administrasi dan faktual terhadap dokumen syarat dukungan bagi calon perseorangan baru tersebut.
Pada intinya, permohonan ini mengajukan pengujian terkait dengan ketentuan untuk mengizinkan pasangan calon perseorangan baru untuk dapat memberikan syarat dukungan dan melakukan pendaftaran ketika terjadi penundaan tahapan pemilihan dan perpanjangan pendaftaran calon yang disebabkan hanya terdapat calon tunggal. Sebab, KPU mengumumkan masa penyerahan persyaratan dukungan calon perseorangan hanya sampai 12 Mei 2024.
Untuk itu, dalam petitumnya, Pemohon meminta agar Mahkamah mengabulkan permohonan Pemohon untuk seluruhnya. Selain itu, Pemohon juga meminta Mahkamah menyatakan ketentuan di dalam Pasal 48 ayat (4) UU Pilkada yang berbunyi “KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota dibantu oleh pasangan calon perseorangan atau tim yang diberikan kuasa oleh pasangan calon menyerahkan dokumen syarat dukungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada PPS untuk dilakukan verifikasi faktual paling lambat 28 (dua puluh delapan) Hari sebelum waktu pendaftaran pasangan calon dimulai” bertentangan dengan UUD 1945. Serta tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai “KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota dibantu oleh pasangan calon perseorangan atau tim yang diberikan kuasa oleh pasangan calon menyerahkan dokumen syarat dukungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada PPS untuk dilakukan verifikasi faktual paling lambat 28 (dua puluh delapan) Hari sebelum waktu pendaftaran pasangan calon dimulai, kecuali dalam hal terjadinya penundaan tahapan pelaksanaan pemililihan dan perpanjangan masa pendaftaran calon Gubernur dan Wakil Gubernur”.(*)
Penulis: Sri Pujianti
Editor: Lulu Anjarsari P.
Humas: Raisa Ayuditha Marsaulina