Mode Suara

Kuasa Hukum Pemohon saat membacakan perbaikan permohonan pada Sidang Panel pengujian materiil Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat, Rabu (21/08) di Ruang Sidang MK. Foto Humas/Ifa.

Rabu, 21 Agustus 2024 | 09:49

Dibaca: 757

Dompet Dhuafa dan Forum Zakat Jakarta Perbaiki Permohonan Uji UU Pengelolaan Zakat

JAKARTA, HUMAS MKRI – Bambang Widjojanto dan Denny Indrayana bergabung ke dalam jajaran tim kuasa hukum Pemohon Perkara Nomor 97/PUU-XXII/2024 mengenai pengujian Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD NRI) Tahun 1945. Para Pemohon perkara ini terdiri dari Yayasan Dompet Dhuafa Republika, Perkumpulan Forum Zakat Jakarta, serta perseorangan Arif Rahmadi Haryono.

“Izin Yang Mulia untuk mengajukan permohonan penambahan kuasa untuk memperkuat tim yang sudah ada, ada 17 nama yang sudah kami masukkan,” ujar kuasa hukum para Pemohon, Evi Risna Yanti di hadapan Majelis Hakim yang dipimpin Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih didampingi Hakim Konstitusi Anwar Usman dan Hakim Konstitusi Arsul Sani dalam sidang perbaikan permohonan pada Rabu (21/8/2024) di Ruang Sidang MK, Jakarta.

Sebagai informasi tambahan, Bambang Widjojanto merupakan Wakil Ketua KPK periode 2011-2015. Bambang pernah masuk ke dalam barisan tim kuasa hukum Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno saat menggugat hasil pemilihan presiden dan wakil presiden pada Pemilu 2019. Sedangkan pada Pemilu 2024, Bambang menjadi kuasa hukum pasangan Anies Rasyid Baswedan dan Muhaimin Iskandar selama persidangan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2024. Sementara, Denny Indrayana merupakan pakar hukum tata negara. Dia juga pernah menjadi Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia.

Selain itu, para Pemohon juga menambah batu uji dalam permohonan yaitu Pasal 33 ayat (2) dan ayat (3) UUD 1945. Para Pemohon mengajukan pengujian Pasal 5 ayat (1), Pasal 6 ayat (1), Pasal 7 ayat (1), Pasal 16 ayat (1), Pasal 17, Pasal 18 ayat (2), Pasal 19, Pasal 20, Pasal 38, Pasal 41, Pasal 43 ayat (3), dan Pasal 43 ayat (4) UU Zakat.

“Kami menguraikan kembali kerugian konstitusional Pemohon dengan mengaitkannya dengan batu uji dan teori seputar kondisinya sebagai amil zakat sekaligus pribadi yang melakukan advokasi kepada masyarakat pengelola zakat yang merasa dirugikan keberadaannya dengan adanya berbagai kewenangan Baznas sebagai sesama operator pengelola zakat seperti LAZ,” kata Evi.

Sebelumnya, para Pemohon, baik sebagai lembaga maupun pribadi perorangan, dalam kegiatannya berhubungan erat dengan praktik pengelolaan zakat. Pemohon yang merupakan muzaki mengalami hambatan dan kerugian dalam kegiatannya dikarenakan dengan adanya pengaturan tentang pengelolaan zakat dalam pasal dan/atau ayat dalam UU 23/2011 yang Para Pemohon anggap merugikan Para Pemohon. Lembaga-lembaga bentukan masyarakat yang telah lebih dahulu berdiri tersebut telah dan masih melakukan edukasi, kampanye, sosialisasi tentang Zakat Infak Sedekah (ZIS) secara bertahap sampai saat ini.

Lembaga Amil Zakat (LAZ) yang telah ada terlebih dahulu, berharap adanya kesetaraan peran dan tugas antara Baznas dan LAZ, sebagai pembagian jenis bank pemerintah (plat merah) dan bank milik swasta (plat hitam) yang memiliki kesetaraan tetapi dibedakan dengan Bank Indonesia. Bank Indonesia bertanggung jawab atas kebijakan moneter, mengatur dan mengawasi sistem keuangan, serta menjaga stabilitas nilai mata uang rupiah.

Para Pemohon melihat adanya Pasal 5 ayat (1) memperlihatkan secara tersirat dan tersurat bahwa tujuan utama pembentukan Baznas adalah untuk mengambil alih pengumpulan zakat yang selama ini sudah dilakukan masyarakat untuk kemudian dikelola negara dan menegasikan sejarah pengelolaan masyarakat terhadap zakat. Padahal pernah terjadi, di saat Baznas baru dibentuk, untuk memberikan pembelajaran dan pengalaman kepada Baznas, dilakukan kerjasama pengelolaan zakat antara Baznas dan Yayasan Dompet Dhuafa Republika, saat itu dikenal sebagai Baznas Dompet Dhuafa. Kerjasama tersebut dilaksanakan karena Baznas belum memiliki pengalaman dalam bidang pengelolaan zakat.

Menurut para Pemohon, ketentuan tersebut melupakan historis misalnya tidak melibatkan lembaga pengelola zakat yang sudah ada sebelum berdirinya Baznas dalam merancang peraturan tentang pengelolaan zakat ini. Undang-undang ini juga tidak memfasilitas lembaga-lembaga pengelola zakat dari masyarakat.

Dalam petitumnya, para Pemohon memohon kepada Mahkamah untuk menyatakan Pasal 38 dan Pasal 43 ayat (4) bertentangan dengan UUD NRI 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Sementara, para Pemohon memohon kepada Mahkamah untuk memaknai kembali Pasal 5 ayat (1), Pasal 6 ayat (1), Pasal 7 ayat (1), Pasal 16 ayat (1), Pasal 17, Pasal 18 ayat (2), Pasal 19, Pasal 20, Pasal 41, dan Pasal 43 ayat (3) sesuai dengan yang diinginkan Pemohon.

Sebelum menutup persidangan, Majelis Hakim mengesahkan bukti-bukti yang diajukan. Enny menyampaikan perkara ini akan dilaporkan kepada Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH), para Pemohon dapat menunggu informasi dari Kepaniteraan terkait tindak lanjut perkara ini di Mahkamah.(*)

Penulis: Mimi Kartika

Editor: Lulu Anjarsari P.

Humas: Fauzan Febriyan