Mode Suara

Para Pemohon didampingi kuasa hukum dalam sidang panel dengan agenda pemeriksaan pendahuluan Perkara Nomor 73/PUU-XXII/2024, Senin (15/7/2024). Foto Humas/Bayu

Senin, 15 Juli 2024 | 09:18

Dibaca: 1214

Pemohon Ingin Ketentuan Syarat Belum Pernah Jabat Kepala Daerah Dihapus

JAKARTA, HUMAS MKRI – Empat warga negara perseorangan mengajukan uji materi Pasal 7 ayat (2) huruf o Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah (UU Pilkada) ke Mahkamah Konstitusi (MK). Ketentuan yang dipersoalkan ini mengenai persyaratan menjadi calon kepala daerah khususnya syarat belum pernah menjabat sebagai kepala daerah untuk menjadi calon wakil kepala daerah pada daerah yang sama.

“Itu melahirkan diskriminasi menurut kami dan kemudian pada akhirnya mengabaikan hak-hak asasi manusia,” ujar kuasa hukum para Pemohon, Firman Hasurungan Simanjuntak dalam sidang panel dengan agenda pemeriksaan pendahuluan Perkara Nomor 73/PUU-XXII/2024 pada Senin (15/7/2024).

Bunyi Pasal 7 ayat (2) huruf o UU Pilkada selengkapnya, “o. belum pernah menjabat sebagai Gubernur untuk calon Wakil Gubernur, atau Bupati/Walikota untuk Calon Wakil Bupati/Calon Wakil Walikota pada daerah yang sama.”

Para Pemohon terdiri dari John Gunung Hutapea (Pemohon I), Deny Panjaitan (Pemohon II), Saibun Kasmadi Sirait (Pemohon III), serta Elvis Sitorus (Pemohon IV). Para Pemohon menilai Pasal 7 ayat (2) huruf o UU Pilkada bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD NRI) Tahun 1945.

Menurutnya, ketentuan tersebut melahirkan diskriminasi dan pada akhirnya akan mengabaikan hak asasi manusia khususnya para Pemohon sebagai perorangan. Pasal 7 ayat (2) huruf o UU Pilkada, kata para Pemohon, jelas tidak memberikan perlakuan sama dan sederajat terhadap sesama warga negara dan mencederai keadilan yang didambakan masyarakat, termasuk para Pemohon yang ingin menjadi bakal calon peserta Pilkada 2024.

Para Pemohon mengatakan, ketentuan tersebut menyebabkan hanya orang yang tidak atau belum mempunyai pengalaman sebagai kepala daerah yang dapat dicalonkan atau mencalonkan diri sebagai calon wakil kepala daerah. Sedangkan, mantan kepala daerah yang berpengalaman tidak diberi kesempatan untuk menjadi calon wakil kepala daerah.

Dalam petitumnya, para Pemohon memohon kepada Mahkamah untuk menyatakan batal Pasal 7 ayat (2) huruf o UU Pilkada tersebut atau setidak-tidaknya menyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

Nasihat Hakim

Sidang ini dipimpin Wakil Ketua MK Saldi Isra didampingi Hakim Konstitusi Arsul Sani dan Hakim Konstitusi Anwar Usman. Saat kesempatan hakim memberikan nasihat, Arsul bertanya apakah di antara para Pemohon ada yang sudah pernah menjabat sebagai kepala daerah. Dijawab oleh Firman tidak ada Pemohon yang pernah menjabat kepala daerah.

“Kalau belum ada, maka saya melihat ini kalimat yang di poin 10 dikatakan bahwa Pemohon baik secara pribadi warga negara Indonesia untuk mencalonkan dan dicalonkan, kalau dicalonkan kan enggak ada hambatan konstitusionalnya karena belum pernah menjadi,” kata Arsul.

Untuk lebih meyakinkan para hakim, Arsul menyarankan para Pemohon menjelaskan kedudukan hukum para Pemohon terkait potensi hambatan konstitusional yang dialami masing-masing Pemohon apabila ingin mencalonkan diri menjadi kepala daerah atau wakil kepala daerah. Sebelum menutup persidangan, Saldi Isra mengatakan para Pemohon dapat memperbaiki permohonan dalam kurun 14 hari dan berkas permohonan paling lambat diterima MK pada 29 Juli 2024 pukul 13.00 WIB. (*)

Penulis: Mimi Kartika

Editor: Lulu Anjarsari P.

Humas: Raisa Ayuditha Marsaulina