Mode Suara

Aba Subagja selaku Staf Ahli Bidang Politik dan Hukum Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) saat menyampaikan keterangan Presiden/Pemerintah dalam sidang lanjutan uji materiil Pasal 26 ayat (2) huruf d dan Pasal 70 ayat (3) Undang- Undang Nomor 20 Tahun 2023 Tentang Aparatur Sipil Negara (UU ASN), Selasa (3/12/2024). Foto Humas/Bayu

Selasa, 03 Desember 2024 | 07:17

Dibaca: 225

Pemerintah Bentuk Satgas Penanganan Pelanggaran Netralitas ASN Sebagai Pengganti KASN

JAKARTA, HUMAS MKRI – Satgas Netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN) yang dibentuk melalui aplikasi integrated discipline (I’DIS) bertujuan untuk penanganan netralitas pegawai. Satgas ini dibentuk sebagai suatu sistem informasi pelaporan proses hukuman disiplin. Aplikasi ini juga terintegrasi dengan Sistem Aplikasi Pelayanan Kepegawaian (SAPK) dan Sistem Berbagi Terintegrasi (SBT) yang dimiliki oleh Badan Kepegawaian Negara (BKN).

Demikian keterangan Presiden/Pemerintah yang disampaikan oleh Aba Subagja selaku Staf Ahli Bidang Politik dan Hukum Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) terhadap permohonan yang diajukan oleh Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Pemohon I), Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (Pemohon II), dan Indonesia Corruption Watch (Pemohon III) pada Selasa (3/12/2024).

Sidang lanjutan uji materiil Pasal 26 ayat (2) huruf d dan Pasal 70 ayat (3) Undang- Undang Nomor 20 Tahun 2023 Tentang Aparatur Sipil Negara (UU ASN) beragendakan mendengarkan keterangan Presiden/Pemerintah dan Pemberi Keterangan yang dihadirkan MK, yakni Sri Hadiati Wara Kustriani selaku Komisioner Pokja Pengawasan Bidang Penerapan Sistem Merit Wilayah I dan Sofian Effendi selaku Ketua KASN Periode 2014 – 2019, namun penyampaian keterangan Sofian ditunda pada sidang berikutnya.

Lebih jelasnya, Aba menyebutkan pasca-peralihan tugas dan fungsi Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN), pengawasan dugaan pelanggaran netralitas ASN tetap dilakukan Pemerintah melalui Satgas Netralitas ASN yang telah dibentuk dengan mekanisme yang lebih sederhana yang dijalankan oleh BKN. Optimalisasi peran BKN ini membawa dampak positif dengan berkurangnya durasi penanganan dan peningkatan kepatuhan instansi pemerintah terhadap rekomendasi penjatuhan sanksi kepada Pegawai ASN yang diduga melakukan pelanggaran.

Di samping itu, Aba menjabarkan terdapat beberapa dampak positif dengan beralihnya tugas dan fungsi KASN dalam penanganan dugaan pelanggaran netralitas ASN melalui SBT. Di antaranya, penanganan pengaduan dugaan pelanggaran netralitas pegawai ASN dapat lebih efektif, efisien, dan sitematis; koordinasi Satgas dalam rangka melaksanakan penanganan laporan dugaan pelanggaran netralitas Pegawai ASN; pelaksanaan monitoring dan evaluasi terhadap data dan informasi yang bersumber dari SBT secara realtime; dan masyarakat dapat menyampaikan pengaduan pelanggaran netralitas ASN melalui aplikasi SBT.

“Berdasarkan uraian tersebut, Pemerintah beranggapan norma Pasal 26 ayat (2) huruf d dan Pasal 70 ayat (3) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023 Tentang Aparatur Sipil Negara (UU ASN) tidak menghilangkan pengawasan independen, khusunya terkait netralitas ASN dalam Pemilu dan Pilkada dan tidak menimbulkan kekosongan hukum serta ketidakpastian hukum pengawasan sistem merit, asas, dan kode etik serta kode perilaku ASN. Oleh karenanya, seluruh objek permohonan berkesesuaian dan tidak bertentangan dengan Pasal 1 ayat (3)dan Pasal 28D ayat (1) dan ayat (3) UUD NRI Tahun 1945,” urai Aba dalam Sidang Pleno yang dipimpin oleh Ketua MK Suhartoyo bersama dengan hakim konstitusi lainnya.

KASN Sebagai Penjamin Sistem Merit

Sementara itu, Sri Hadiati Wara Kustriani menerangkan terhadap dalil dari para Pemohon Perkara Nomor 121/PUU-XXII/2024 bahwa keberadaan KASN sebagai penjamin penerapan sistem merit sudah memaksa instansi pemerintah untuk menerapkan sistem merit secara konsisten. Penerapan dimulai dari perekrutan, penempatan, promosi atau mutasi, pengembangan kompetensi, penghargaan, hingga pemberhentian. Semua dilakukan berdasarkan sistem merit yang menekankan pada kompetensi dan kinerja serta kualifikasi.

“Sehingga pimpinan instansi pemerintah tidak bisa lagi mengangkat dan mempromosikan ASN hanya berdasar kedekatan atau kekeluargaan. Kompetensi dan kinerja harus menjadi dua unsur utama dalam pengelolaan manajemen ASN. Kedua unsur ini harus dikembangkan lagi menjadi parameter yang terukur untuk menentukan seorang ASN dapat dipromosikan atau tidak,” jelas Hadiati.

Menurut Hadiati, penghapusan KASN menjadi langkah mundur bagi pengelolaan ASN. Pembagian yang yang telah baik dalam UU 5/2014 (UU ASN–lama) dengan adanya pemisahan fungsi dan kewenangan yang jelas antara pembuat kebijakan, pelaksana kebijakan, pengawas kebijakan menjadi tercampur di dalam UU 20/2023 (UU ASN–baru). Bahwa pembuat dan pelaksana kebijakan sekaligus sebagai pengawas kebijakan.
Baca juga:
Menyoal Hilangnya Pengawasan Sistem Merit KASN dalam UU ASN
Para Pemohon Perkuat Dalil Konstitusional Hilangnya Pengawasan Sistem Merit KASN
DPR: KASN Dihapus Bagian dari Penataan Struktur Manajemen ASN

Pada Sidang Pendahuluan, Kamis (19/9/2024) lalu para Pemohon menyatakan Pasal 26 ayat (2) huruf d UU ASN bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945. Bahwa Pemohon I menilai dengan dihilangkannya pengawasan sistem merit, asas, dan kode etik serta kode perilaku ASN telah menimbulkan ketidakpastian hukum. Sebab hal demikian telah pula menghilangkan pengawasan independen atas netralitas penyelenggaraan Pilkada Serentak Tahun 2024.

Pemohon I, sambung Shaleh, melihat urgensi ini karena berdampak pada lemahnya sistem birokrasi yang profesional, berintegritas, dan memegang prinsip meritokrasi demi terwujudnya pemerintahan yang baik, profesional, terbebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme. Oleh sebab itu, Pemohon I yang merupakan organisasi yang memiliki kepedulian terhadap demokrasi dan reformasi birokrasi dalam hubungannya dengan penyelenggaraan pemilu di Indonesia, termasuk untuk menghasilkan pemilihan umum yang bersih dan adil, jelas memiliki kepentingan langsung dengan keberadaan pasal-pasal yang Pemohon I dimohonkan untuk diuji ini.

Sementara bagi Pemohon II yang keberadaannya bertujuan memberikan kontribusi optimalisasi pelaksanaan otonomi daerah, kalangan dunia usaha, pemerintah pusat, dan masyarakat luas yang membutuhkan berpendapat asal-pasal a quo berpotensi berdampak pada terganggunya penyelenggaraan pemilihan umum kepala daerah yang bebas dan adil. Sebab dengan tidak terdapat sistem pengawasan yang independen, ASN dapat dengan mudah dimobilisasi untuk kepentingan partisan pemilihan umum. Oleh sebab itu, tindakan pelanggaran atas hal-hal demikian haruslah segera dicegah, ditanggulangi, dan ditindak dengan bijak.

Sedangkan bagi Pemohon III berpandangan dengan dihilangkannya pengawasan sistem merit, asas serta kode etik dan kode perilaku ASN dan dihilangkannya pengawasan independen atas netralitas ASN, akan berdampak pada dilanggengkannya praktik mobilisasi partisan ASN. Tujuannya tak lain untuk kepentingan politis yang berujung pada rekrutmen dan promosi ataupun demosi yang politically-motivated. Sehingga hal tersebut jauh dari prinsip meritokrasi dan good governance, yang berkaitan langsung dengan tujuan dibentuknya organisasi Pemohon III dan kerja-kerja pokok organisasi dari Pemohon III.(*)

Penulis: Sri Pujianti
Editor: Lulu Anjarsari P.
Humas: Tiara Agustina