Mode Suara
Senin, 30 September 2024 | 07:57
Dilihat : 258JAKARTA, HUMAS MKRI – Pengujian Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD NRI) Tahun 1945 memasuki tahap pemeriksaan lanjutan. Namun, sidang dengan agenda mendengarkan keterangan DPR dan Presiden pada Senin (30/9/2024) tidak dapat dilanjutkan karena DPR tidak hadir serta presiden/pemerintah belum siap menyampaikan keterangannya, sehingga persidangan pun ditunda.
“Sidang akan dibuka kembali pada hari Kamis tanggal 17 Oktober tahun 2024 pukul 13.30, agendanya tetap mendengarkan keterangan DPR dan presiden, oleh karena itu para pihak supaya hadir tanpa kami panggil karena ini merupakan panggilan resmi dari Mahkamah,” ujar Ketua MK Suhartoyo didampingi tujuh hakim konstitusi lainnya di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta Pusat.
Selain itu, dia melanjutkan, Pihak Terkait juga dapat sambil mempersiapkan keterangannya. Ketika presiden dan DPR sudah memberikan keterangan, Pihak Terkait dapat langsung bergiliran menyampaikan keterangannya.
Baca juga:
Dompet Dhuafa dan Forum Zakat Jakarta Uji UU Pengelolaan Zakat
Dompet Dhuafa dan Forum Zakat Jakarta Perbaiki Permohonan Uji UU Pengelolaan Zakat
Sebagai informasi, Para Pemohon Perkara Nomor 97/PUU-XXII/2024 terdiri dari Yayasan Dompet Dhuafa Republika, Perkumpulan Forum Zakat Jakarta, serta perseorangan Arif Rahmadi Haryono. Mereka menunjuk Bambang Widjojanto dan Denny Indrayana menjadi bagian dari jajaran tim kuasa hukum. Para Pemohon, baik sebagai lembaga maupun pribadi perorangan, dalam kegiatannya berhubungan erat dengan praktik pengelolaan zakat.
Para Pemohon yang merupakan muzaki mengaku mengalami hambatan dan kerugian dalam kegiatannya dikarenakan dengan adanya pengaturan tentang pengelolaan zakat dalam pasal dan/atau ayat dalam UU 23/2011. Lembaga-lembaga bentukan masyarakat yang telah lebih dahulu berdiri tersebut telah dan masih melakukan edukasi, kampanye, sosialisasi tentang Zakat Infak Sedekah (ZIS) secara bertahap sampai saat ini.
Lembaga Amil Zakat (LAZ) yang telah ada terlebih dahulu, berharap adanya kesetaraan peran dan tugas antara Baznas dan LAZ, sebagai pembagian jenis bank pemerintah (plat merah) dan bank milik swasta (plat hitam) yang memiliki kesetaraan tetapi dibedakan dengan Bank Indonesia. Bank Indonesia bertanggungjawab atas kebijakan moneter, mengatur dan mengawasi sistem keuangan, serta menjaga stabilitas nilai mata uang rupiah.
Para Pemohon melihat adanya Pasal 5 ayat (1) memperlihatkan secara tersirat dan tersurat bahwa tujuan utama pembentukan Baznas adalah untuk mengambil alih pengumpulan zakat yang selama ini sudah dilakukan masyarakat untuk kemudian dikelola negara dan menegasikan sejarah pengelolaan masyarakat terhadap zakat. Padahal pernah terjadi, di saat Baznas baru dibentuk, untuk memberikan pembelajaran dan pengalaman kepada Baznas, dilakukan kerjasama pengelolaan zakat antara Baznas dan Yayasan Dompet Dhuafa Republika, saat itu dikenal sebagai Baznas Dompet Dhuafa. Kerjasama tersebut dilaksanakan karena Baznas belum memiliki pengalaman dalam bidang pengelolaan zakat.
Menurut para Pemohon, ketentuan tersebut melupakan historis misalnya tidak melibatkan lembaga pengelola zakat yang sudah ada sebelum berdirinya Baznas dalam merancang peraturan tentang pengelolaan zakat ini. Undang-undang ini juga tidak memfasilitas lembaga-lembaga pengelola zakat dari masyarakat.
Dalam petitumnya, para Pemohon memohon kepada Mahkamah untuk menyatakan Pasal 38 dan Pasal 43 ayat (4) bertentangan dengan UUD NRI 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Sementara, para Pemohon memohon kepada Mahkamah untuk memaknai kembali Pasal 5 ayat (1), Pasal 6 ayat (1), Pasal 7 ayat (1), Pasal 16 ayat (1), Pasal 17, Pasal 18 ayat (2), Pasal 19, Pasal 20, Pasal 41, dan Pasal 43 ayat (3) sesuai dengan yang diinginkan Pemohon.(*)
Penulis: Mimi Kartika
Editor: Lulu Anjarsari P.
Humas: Fauzan Febriyan
Ketua MK, Suhartoyo memimpin persidangan pengujian UU pengelolaan Zakat di Ruang Sidang Pleno MK, pada Senin (30/9/2024). Foto: Humas/Panji
Senin, 30 September 2024 | 07:57
Dibaca: 258
JAKARTA, HUMAS MKRI – Pengujian Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD NRI) Tahun 1945 memasuki tahap pemeriksaan lanjutan. Namun, sidang dengan agenda mendengarkan keterangan DPR dan Presiden pada Senin (30/9/2024) tidak dapat dilanjutkan karena DPR tidak hadir serta presiden/pemerintah belum siap menyampaikan keterangannya, sehingga persidangan pun ditunda.
“Sidang akan dibuka kembali pada hari Kamis tanggal 17 Oktober tahun 2024 pukul 13.30, agendanya tetap mendengarkan keterangan DPR dan presiden, oleh karena itu para pihak supaya hadir tanpa kami panggil karena ini merupakan panggilan resmi dari Mahkamah,” ujar Ketua MK Suhartoyo didampingi tujuh hakim konstitusi lainnya di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta Pusat.
Selain itu, dia melanjutkan, Pihak Terkait juga dapat sambil mempersiapkan keterangannya. Ketika presiden dan DPR sudah memberikan keterangan, Pihak Terkait dapat langsung bergiliran menyampaikan keterangannya.
Baca juga:
Dompet Dhuafa dan Forum Zakat Jakarta Uji UU Pengelolaan Zakat
Dompet Dhuafa dan Forum Zakat Jakarta Perbaiki Permohonan Uji UU Pengelolaan Zakat
Sebagai informasi, Para Pemohon Perkara Nomor 97/PUU-XXII/2024 terdiri dari Yayasan Dompet Dhuafa Republika, Perkumpulan Forum Zakat Jakarta, serta perseorangan Arif Rahmadi Haryono. Mereka menunjuk Bambang Widjojanto dan Denny Indrayana menjadi bagian dari jajaran tim kuasa hukum. Para Pemohon, baik sebagai lembaga maupun pribadi perorangan, dalam kegiatannya berhubungan erat dengan praktik pengelolaan zakat.
Para Pemohon yang merupakan muzaki mengaku mengalami hambatan dan kerugian dalam kegiatannya dikarenakan dengan adanya pengaturan tentang pengelolaan zakat dalam pasal dan/atau ayat dalam UU 23/2011. Lembaga-lembaga bentukan masyarakat yang telah lebih dahulu berdiri tersebut telah dan masih melakukan edukasi, kampanye, sosialisasi tentang Zakat Infak Sedekah (ZIS) secara bertahap sampai saat ini.
Lembaga Amil Zakat (LAZ) yang telah ada terlebih dahulu, berharap adanya kesetaraan peran dan tugas antara Baznas dan LAZ, sebagai pembagian jenis bank pemerintah (plat merah) dan bank milik swasta (plat hitam) yang memiliki kesetaraan tetapi dibedakan dengan Bank Indonesia. Bank Indonesia bertanggungjawab atas kebijakan moneter, mengatur dan mengawasi sistem keuangan, serta menjaga stabilitas nilai mata uang rupiah.
Para Pemohon melihat adanya Pasal 5 ayat (1) memperlihatkan secara tersirat dan tersurat bahwa tujuan utama pembentukan Baznas adalah untuk mengambil alih pengumpulan zakat yang selama ini sudah dilakukan masyarakat untuk kemudian dikelola negara dan menegasikan sejarah pengelolaan masyarakat terhadap zakat. Padahal pernah terjadi, di saat Baznas baru dibentuk, untuk memberikan pembelajaran dan pengalaman kepada Baznas, dilakukan kerjasama pengelolaan zakat antara Baznas dan Yayasan Dompet Dhuafa Republika, saat itu dikenal sebagai Baznas Dompet Dhuafa. Kerjasama tersebut dilaksanakan karena Baznas belum memiliki pengalaman dalam bidang pengelolaan zakat.
Menurut para Pemohon, ketentuan tersebut melupakan historis misalnya tidak melibatkan lembaga pengelola zakat yang sudah ada sebelum berdirinya Baznas dalam merancang peraturan tentang pengelolaan zakat ini. Undang-undang ini juga tidak memfasilitas lembaga-lembaga pengelola zakat dari masyarakat.
Dalam petitumnya, para Pemohon memohon kepada Mahkamah untuk menyatakan Pasal 38 dan Pasal 43 ayat (4) bertentangan dengan UUD NRI 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Sementara, para Pemohon memohon kepada Mahkamah untuk memaknai kembali Pasal 5 ayat (1), Pasal 6 ayat (1), Pasal 7 ayat (1), Pasal 16 ayat (1), Pasal 17, Pasal 18 ayat (2), Pasal 19, Pasal 20, Pasal 41, dan Pasal 43 ayat (3) sesuai dengan yang diinginkan Pemohon.(*)
Penulis: Mimi Kartika
Editor: Lulu Anjarsari P.
Humas: Fauzan Febriyan