Mode Suara

Pemohon yang diwakili kuasanya Vico Judi Saputro menyampaikan perbaikan permohonan pada sidang pengujian materi Pasal 482 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu), Kamis (19/9/2024). Foto Humas/Bayu

Kamis, 19 September 2024 | 08:39

Dibaca: 257

Para Pemohon Uji Konstitusionalitas Batas Waktu Penyelesaian Tindak Pidana Pemilu Perbaiki Permohonan

JAKARTA, HUMAS MKRI – Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menggelar sidang pengujian materi Pasal 482 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) pada Kamis (19/9/2024) di Ruang Sidang Pleno MK. Perkara Nomor 117/PUU-XXII/2024 ini diajukan oleh Indra Wiliams Liempepas (Pemohon I) dan Christovel Liempepas (Pemohon II). Keduanya merupakan terdakwa kasus tindak pidana pemilu yang juga calon anggota legislatif (caleg) terpilih periode 2024 – 2029.

Dalam sidang perbaikan ini, Pemohon yang diwakili kuasanya Vico Judi Saputro menyampaikan perubahan terdapat pada kedudukan hukum (legal standing) yang terdapat pada halaman 6. “Kerugian yang dirasakan oleh Pemohon ialah pada Pasal 482 Pemohon merasa didiskriminasi kami merasa Pasal itu tidak jelas kepastian hukum dan persamaan adil di mata hukum. Sehingga menurut kami harus diuji,” ujar Vico.

Menurut Vico, kepastian hukum menuju pemberlakuan hukum yang jelas, tetap dan konsisten pelaksanaannya tidak dapat dipengaruhi oleh keadaan-keadaan yang sifatnya subyektif. “Kepastian hukum dapat dimaknai bahwa adanya kejelasan dan ketegasan terhadap berlakunya hukum di masyarakat. Agar hal ini tidak banyak salah tafsir, kepastian hukum merupakan perlindungan yustisiabel terhadap tindakan sewenang-wenang yang berarti bahwa seseorang akan memperoleh sesuatu yang diharapkan dalam keadaan tertentu,” terangnya di hadapan Hakim Konstitusi Arief Hidayat selaku pemimpin sidang.

Pada kesempatan yang sama, Hakim Konstitusi Arief Hidayat mengesahkan alat bukti P1 hingga P11 yang diserahkan oleh Para Pemohon.

Sebelumnya, terdakwa kasus tindak pidana pemilu yang juga calon anggota legislatif (caleg) terpilih periode 2024 – 2029, Indra Wiliams Liempepas (Pemohon I) dan Christovel Liempepas (Pemohon II) mengajukan pengujian terkait pasal yang berkaitan dengan ketentuan waktu penyelesaian perkara tindak pidana pemilu oleh Pengadilan Negeri (PN) setelah pelimpahan berkas perkara.

Selengkapnya, Pasal 482 ayat (1) UU Pemilu berbunyi, “Pengadilan Negeri dalam memeriksa, mengadili, dan memutus perkara Tindak Pidana Pemilu paling lama 7 (tujuh) hari setelah pelimpahan berkas perkara dan dapat dilakukan dengan tanpa kehadiran terdakwa.” Para Pemohon berpendapat, pasal a quo bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD NRI) Tahun 1945.

Permohonan ini bermula dari Putusan PN Manado tertanggal 19 Juni 2024 yang pada intinya menyatakan para Pemohon terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana pemilu sebagaimana dakwaan jaksa penuntut umum. Kemudian para Pemohon menyatakan banding atas Putusan PN Manado Nomor 138/Pid.Sus/2024/PN Mnd. Namun Pengadilan Tinggi Manado lewat putusannya nomor 78/PID/2024/PT MND pada intinya menguatkan Putusan PN Manado.

Menurut para Pemohon melalui penasihat hukumnya, pihaknya telah menyampaikan pada intinya menekankan PN Manado hanya memiliki waktu paling lambat tujuh hari setelah dilimpahkan berkas perkara untuk memeriksa, mengadili, hingga memutus perkara tindak pidana pemilu sebagaimana Pasal 482 ayat (1) UU Pemilu. Namun, para Pemohon mengatakan, PN Manado mengesampingkan hak mereka karena berkas perkara dilimpahkan pada 30 Mei 2024 dan didaftarkan pada 31 Mei 2024 beserta dengan semua ketetapannya. Sidang baru dimulai pada 7 Juni 2024 dan sidang sampai putusan akhir selesai pada 19 Juni 2024. Menurut para Pemohon, sidang dalam rangka pemeriksaan tindak pidana pemilu oleh PN Manado sudah melewati waktu tujuh hari kerja.

Para Pemohon menuturkan, Pasal 482 ayat (1) UU Pemilu memiliki interpretasi yang cenderung belum jelas sehingga menimbulkan kerugian Pemohon terhadap putusan yang dikeularkan Hakim Pengadilan Negeri Manado dan Hakim Pengadilan Tinggi Manado. Karena itu, para Pemohon mengajukan permohonan uji materi terhadap objek permohonan ini untuk memperkuat dan memperjelas Pasal 482 agar tidak menimbulkan multitafsir yang dapat merugikan masyarakat dan elemen-elemen terkait.

“Pada akhirnya merugikan para Pemohon dengan alasan karena Pasal 482 ayat (1) UndangUndang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dianggap tidak jelas sehingga tidak mencerminkan adanya kepastian hukum,” ujar kuasa hukum para Pemohon, Kris Tumbel yang mengikuti sidang pemeriksaan pendahuluan Perkara Nomor 117/PUU-XXII/2024 secara daring.(*)

Penulis: Utami Argawati
Editor: Lulu Anjarsari P.
Humas: Raisa Ayuditha Marsaulina