Mode Suara

Ketua MK Suhartoyo bersama Wakil Ketua MK Saldi Isra dan Hakim Konstitusi Arief Hidayat saat memimpin jalannya Sidang lanjutan pengujian Undang-Undang tentang Sengketa Batas Wilayah Kota Bontang, Senin (02/09) di Ruang Sidang MK. Foto Humas/Ifa.

Senin, 02 September 2024 | 07:29

Dibaca: 24

MK Terima Keterangan Bupati Kutai Kartanegara Soal Sengketa Batas Wilayah Kota Bontang

JAKARTA, HUMAS MKRI – Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar kembali sidang pemeriksaan Perkara Nomor 10/PUU-XXII/2024 mengenai pengujian Undang-Undang Nomor 47 Tahun 1999 tentang Pembentukan Kabupaten Nunukan, Kabupaten Malinau, Kabupaten Kutai Barat, Kabupaten Kutai Timur, dan Kota Bontang sebagaimana telah diubah dengan UU 7/2000, pada Senin (2/9/2024). Kali ini, giliran DPR dan Bupati Kutai Kartanegara selaku Pihak Terkait yang menyampaikan keterangan.

Namun, DPR belum bisa hadir dan meminta waktu tambahan untuk diagendakan pada sidang berikutnya. Begitu pula Bupati Kutai Kartanegara juga tidak bisa hadir.

Kendati demikian, Bupati memberikan keterangan diwakili Sekretaris Daerah Kutai Kartanegara beserta jajarannya. Namun menurut Mahkamah, perwakilan Bupati yang hadir di persidangan tidak diperkenankan membacakan keterangan tersebut karena tidak memenuhi ketentuan yang berlaku. Kemudian, Mahkamah memberikan diskresi dengan menerima keterangan tanpa mendengarkannya secara formal di persidangan.

“Kami ambil diskresi untuk menerima keterangannya, tetapi tidak bisa disampaikan secara formal di persidangan karena tidak memenuhi ketentuan sebagaimana yang berlaku selama ini, tetapi keterangannya kami terima, nanti kami yang akan mempertimbangkan,” ujar Ketua MK Suhartoyo didampingi tujuh hakim konstitusi lainnya di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta.

Selain itu, Suhartoyo juga menyinggung terkait penyelesaian masalah sengketa wilayah yang akan diselesaikan di tataran pemerintah daerah seperti perkara-perkara lainnya. Hal ini untuk menjamin kepastian hukum.

Sementara, kuasa hukum Pemohon Perkara Nomor 10/PUU-XXII/2024 menyatakan pihaknya tetap melanjutkan permohonan meskipun Wali Kota Bontang telah bersurat kepada tim kuasa hukum untuk melakukan pencabutan permohonan. Sebab, pimpinan DPRD Bontang yang juga menjadi Pemohon dalam perkara ini belum sepakat untuk menarik kembali permohonan. Hal demikian ditegaskan Wakil Ketua II DPRD Kota Bontang Agus Haris yang hadir dalam persidangan.

Dengan demikian, sebelum menutup persidangan, Suhartoyo menyampaikan, persidangan untuk perkara ini dilanjutkan pada Rabu, 2 Oktober 2024 pukul 10.30 WIB.


Baca juga:

MK Perintahkan Gubernur Papua Barat Daya Fasilitasi Penyelesaian Sengketa Batas Wilayah Kampung Botain

Bupati Sorong Selatan Ungkap Latar Belakang Pencabutan Permohonan Sengketa Tapal Batas


Untuk diketahui, perkara serupa soal sengketa wilayah, yaitu Perkara Nomor 106/PUU-XXI/2023 yang diajukan oleh Bupati Sorong Selatan Samsudin Anggiluli dan Ketua DPRD Sorong Selatan Martinus Maga. Para Pemohon telah mencabut perkaranya walaupun MK telah menjatuhkan putusan sela terhadap perkara tersebut. Bupati Sorong Selatan mengaku menerima Surat dari Menteri Dalam Negeri (Mendagri) yang memerintahkan pencabutan pengujian Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2022 tentang Pembentukan Provinsi Papua Barat Daya.

Mendagri dalam surat tersebut juga menerangkan, agar dalam menyelesaikan permasalahan hukum antara pemerintah provinsi, kabupaten/kota ditempuh dengan upaya administratif ketatanegaraan dengan difasilitasi Kemendagri serta tidak melakukan upaya penyelesaian di lembaga peradilan. Bupati Sorong Selata mengaku sudah menyampaikan perihal pencabutan permohonan perkara di Mahkamah kepada DPRD karena selain Bupati, Ketua DPRD Sorong Selatan Martinus Maga juga menjadi Pemohon dalam Perkara Nomor 106/PUU-XXI/2023.


Baca juga:

Sengketa Batas Wilayah Kota Bontang Diuji ke MK

Pemohon Uji UU Pembentukan Kota Bontang Perbaiki Permohonan

Keterangan Presiden Belum Siap, Sidang Uji UU Pembentukan Kota Bontang Ditunda

Kemendagri: Peta Lampiran UU Pembentukan Kota Bontang Tak Penuhi Syarat

Gubernur Kaltim Tak Hadir, MK Tunda Sidang Sengketa Kota Bontang

Pj Gubernur Kaltim Harap Penyelesaian Sengketa Kota Bontang Diserahkan ke Pemprov


Sebagai informasi, Perkara Nomor 10/PUU-XXII/2024 terkait sengketa batas wilayah dengan menguji Undang-Undang Nomor 47 Tahun 1999 tentang Pembentukan Kabupaten Nunukan, Kabupaten Malinau, Kabupaten Kutai Barat, Kabupaten Kutai Timur, dan Kota Bontang sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 7 Tahun 2000. Para Pemohon perkara ini yaitu Wali Kota Bontang Basri Rase bersama Ketua DPRD Kota Bontang Andi Faisal Sofyan Hasdam, Wakil Ketua I DPRD Kota Bontang Junaidi, dan Wakil Ketua II DPRD Kota Bontang Agus Haris. Dalam permohonannya, para Pemohon mempersoalkan wilayah Kota Bontang hanya terdiri dari dua kecamatan saja yakni Kecamatan Bontang Selatan dan Kecamatan Bontang Utara. Lampiran 5 UU 47/1999 yang tidak mengikutsertakan Kecamatan Bontang Barat ke dalam wilayah Kota Bontang mengakibatkan ketidakpastian hukum. Tidak masuknya Kecamatan Bontang Barat ke wilayah Kota Bontang bukan dikarenakan Kecamatan Bontang masuk ke daerah lain atau sengketa.

Dalam petitumnya, para Pemohon memohon MK menyatakan Penjelasan Pasal 2 UU 47/1999 bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Para Pemohon juga meminta MK memasukkan Bontang Barat dalam Pasal 7 dan Kecamatan Bontang Barat dalam Pasal 10 ayat 4 huruf c UU 47/1999. Kemudian para Pemohon meminta MK memaknai Pasal 10 ayat 5 huruf d UU 47/1999 menjadi “d. Kota Bontang mempunyai batas wilayah sebelah barat dengan Kecamatan Sangatta Kabupaten Kutai Timur” serta tidak memasukkan wilayah Sidrap atau yang saat ini nomenklaturnya berubah dengan nama “RT” yang terdiri dari RT 19, RT 20, RT 21, RT 22, RT 23, RT 24, dan RT 25 sebagai bagian dari wilayah Kecamatan Bontang Utara Kota Bontang dan Desa Sekambing sebagai bagian dari wilayah Kecamatan Bontang Selatan Kota Bontang dalam Lampiran 5 berupa Peta Wilayah Kota Bontang UU 47/1999.

 

Penulis: Mimi Kartika.

Editor: Nur R.

Humas: Raisa Ayuditha Marsaulina.