Mode Suara

Munawwar (Kiri) Penjabat Sementara Walikota Bontang menyampaikan keterangannya pada sidang lanjutan uji Undang-Undang tentang batas wilayah Kota Bontang di Kalimantan Timur, Rabu (02/10) di Ruang Sidang MK. Foto Humas/Ifa.

Rabu, 02 Oktober 2024 | 07:33

Dibaca: 169

MK Beri Waktu Konsolidasi Pencabutan Permohonan Uji UU Pembentukan Kota Bontang

JAKARTA, HUMAS MKRI – Mahkamah Konstitusi (MK) menunda sidang pengujian Undang-Undang Nomor 47 Tahun 1999 tentang Pembentukan Kabupaten Nunukan, Kabupaten Malinau, Kabupaten Kutai Barat, Kabupaten Kutai Timur, dan Kota Bontang sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2000. MK memberi waktu kepada para Pemohon yang terdiri dari Walikota Bontang Basri Rase bersama Ketua DPRD Kota Bontang Andi Faisal Sofyan Hasdam, Wakil Ketua I DPRD Kota Bontang Junaidi, serta Wakil Ketua II DPRD Kota Bontang Agus Haris untuk melaksanakan konsolidasi dalam proses pencabutan permohonan Perkara Nomor 10/PUU-XXII/2024 dimaksud.

“Untuk memberi kesempatan pihak Pemohon untuk konsolidasi dalam proses pencabutan sebagaimana disampaikan Pak Pj Walikota tadi, Mahkamah memberi kesempatan hingga 18 Desember 2024,” ujar Ketua MK Suhartoyo dalam sidang dengan agenda Mendengar Keterangan DPR dan Walikota Bontang, pada Rabu (02/10/2024).

Suhartoyo meminta para Pemohon menyampaikan surat perihal pencabutan permohonan secara segera agar Mahkamah dapat dengan cepat memutus perkara ini. Sehingga, penjadwalan sidang pengucapan putusan tinggal melakukan panggilan para pihak. Suhartoyo pun mewanti-wanti agar penyampaian surat dimaksud tidak melebihi waktu, apalagi sampai berganti tahun.

Di sisi lain, Penjabat Sementara (Pjs) Walikota Bontang Munawwar menyampaikan, Basri Rase sudah membuat surat kepada Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) untuk mencapai kesepakatan terlebih dahulu dengan DPRD Kota Bontang sebelum mencabut permohonan ini. Sebab, permohonan ini pun diajukan berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak.

“Hanya masalahnya kenapa permohonan pencabutan ini tertunda karena DPRD yang lama ini berganti dengan yang baru, sehingga kami Pemerintah Kota Bontang menunggu dari DPRD yang baru untuk melaksanakan paripurna terkait dengan rencana pencabutan gugatan judicial review yang telah diajukan,” tutur Munawwar.

Sementara, Pj Gubernur Kalimantan Timur Akmal Malik belum bisa memastikan waktu alat kelengkapan DPRD Kota Bontang sudah dibentuk. Dia memastikan, pembentukan alat kelengkapan dewan seperti pimpinan DPRD, badan musyawarah, komisi, dan lainnya bisa dilakukan dalam kurun waktu satu bulan.


Baca juga:

Sengketa Batas Wilayah Kota Bontang Diuji ke MK

Pemohon Uji UU Pembentukan Kota Bontang Perbaiki Permohonan

Keterangan Presiden Belum Siap, Sidang Uji UU Pembentukan Kota Bontang Ditunda

Kemendagri: Peta Lampiran UU Pembentukan Kota Bontang Tak Penuhi Syarat

Gubernur Kaltim Tak Hadir, MK Tunda Sidang Sengketa Kota Bontang

Pj Gubernur Kaltim Harap Penyelesaian Sengketa Kota Bontang Diserahkan ke Pemprov

MK Terima Keterangan Bupati Kutai Kartanegara Soal Sengketa Batas Wilayah Kota Bontang


Sebagai informasi, para Pemohon mempersoalkan wilayah Kota Bontang hanya terdiri dari dua kecamatan saja yakni Kecamatan Bontang Selatan dan Kecamatan Bontang Utara. Lampiran 5 UU 47/1999 yang tidak mengikutsertakan Kecamatan Bontang Barat ke dalam wilayah Kota Bontang mengakibatkan ketidakpastian hukum. Tidak masuknya Kecamatan Bontang Barat ke wilayah Kota Bontang bukan dikarenakan Kecamatan Bontang masuk ke daerah lain atau sengketa.

“Tetapi hanya secara administratif formal di dalam peta itu tidak masuk kemudian di dalam uraian batas wilayah itu tidak masuk, secara materil atau substansif tidak ada sengketa dengan kabupaten lain. Kami hanya ingin mendapatkan penegasan dalam putusan MK. Tidak disebutkan dalam UU Pembentukan akan menimbulkan ketidakpastian hukum,” ujar kuasa hukum para Pemohon, Heru Widodo pada sidang perbaikan permohonan pada Februari lalu.

Lalu persoalan lainnya yang dipertegas ialah Desa Sekambing tidak dimasukkan sebagai bagian dari Kecamatan Bontang Selatan, padahal keberadaan desa ini telah ada sejak Bontang berstatus sebagai Kota Administratif. Kemudian, sebelah barat Kota Bontang digambarkan berbatasan dengan Kecamatan Marangkayu, padahal seharusnya adalah dengan Kecamatan Sangatta Kabupaten Kutai Timur.

Ada juga persoalan wilayah Sidrap atau yang saat ini nomenklaturnya berubah dengan nama “RT” yang terdiri dari RT 19, RT 20, RT 21, RT 22, RT 23, RT 24, dan RT 25 yang semula menjadi bagian dari Kecamatan Bontang Daerah Tingkat II Kabupaten Kutai berubah menjadi bagian wilayah yang masuk ke Kecamatan Sangatta Kabupaten Kutai Timur. Selain menimbulkan ketidakpastian hukum juga telah menciptakan norma baru khususnya tentang batas kota di sebelah utara dengan Kecamatan Sangatta Kabupaten Kuta Timur dengan tidak menetapkan wilayah Sidrap sebagai bagian wilayah Kecamatan Bontang Utara, yang tidak sesuai dengan maksud Pasal 10 ayat (4).

Selain itu, Heru menjelaskan, proses penyelesaian batas wilayah khususnya wilayah Sidrap telah menyebabkan sengketa berkepanjangan karena tak kunjung membuahkan hasil. Upaya penyelesaian yang telah dilakukan para Pemohon antara lain bersama dengan Pemerintah Kabupaten Kutai Timur melalui koordinasi dan supervisi yang difasilitasi Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kalimantan Timur, bahkan telah dimohonkan penyelesaiannya kepada Kementerian Dalam Negeri.

Rangkaian upaya penyelesaian sengketa yang tidak berujung itu berlanjut dengan pengujian Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 25 Tahun 2005 tentang Penentuan Batas Wilayah Kota Bontang dengan Kabupaten Kutai Timur Kabupaten Kutai Kartanegara ke Mahkamah Agung (MA) berdasarkan rekomendasi dari Pemprov Kalimantan Timut. Namun, permohonan ini pun ditolak.

“Atas dasar keseluruhan alasan-alasan permohonan sebagaimana yang telah diuraikan di atas, terbukti menurut hukum dan penetapan batas wilayah Kota Bontang dalam Penjelasan Pasal 2 UU 47/1999, serta dalam Ketentuan Pasal 7, Pasal 10 ayat (4) huruf c, Pasal 10 ayat (5) huruf d, dan Lampiran 5 UU 47/1999 bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 yaitu Pasal 28D ayat (1) UUD 1945,” kata Heru.

Dalam petitumnya, para Pemohon meminta MK menyatakan Penjelasan Pasal 2 UU 47/1999 bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Para Pemohon juga meminta MK memasukkan Bontang Barat dalam Pasal 7 dan Kecamatan Bontang Barat dalam Pasal 10 ayat 4 huruf c UU 47/1999. Kemudian para Pemohon meminta MK memaknai Pasal 10 ayat 5 huruf d UU 47/1999 menjadi “d. Kota Bontang mempunyai batas wilayah sebelah barat dengan Kecamatan Sangatta Kabupaten Kutai Timur” serta tidak memasukkan wilayah Sidrap atau yang saat ini nomenklaturnya berubah dengan nama “RT” yang terdiri dari RT 19, RT 20, RT 21, RT 22, RT 23, RT 24, dan RT 25 sebagai bagian dari wilayah Kecamatan Bontang Utara Kota Bontang dan Desa Sekambing sebagai bagian dari wilayah Kecamatan Bontang Selatan Kota Bontang dalam Lampiran 5 berupa Peta Wilayah Kota Bontang UU 47/1999.

 

Penulis: Mimi Kartika.

Editor: Nur R.

Humas: Raisa Ayuditha Marsaulina.