Mode Suara
Rabu, 04 September 2024 | 08:17
Dilihat : 517JAKARTA, HUMAS MKRI – Terdakwa kasus tindak pidana pemilu yang juga calon anggota legislatif (caleg) terpilih periode 2024 – 2029, Indra Wiliams Liempepas (Pemohon I) dan Christovel Liempepas (Pemohon II) mengajukan pengujian materi Pasal 482 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) ke Mahkamah Konstitusi (MK). Pasal yang diuji berkaitan dengan ketentuan waktu penyelesaian perkara tindak pidana pemilu oleh Pengadilan Negeri (PN) setelah pelimpahan berkas perkara.
Selengkapnya, Pasal 482 ayat (1) UU Pemilu berbunyi, “Pengadilan Negeri dalam memeriksa, mengadili, dan memutus perkara Tindak Pidana Pemilu paling lama 7 (tujuh) hari setelah pelimpahan berkas perkara dan dapat dilakukan dengan tanpa kehadiran terdakwa.” Para Pemohon berpendapat, pasal a quo bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD NRI) Tahun 1945.
Permohonan ini bermula dari Putusan PN Manado tertanggal 19 Juni 2024 yang pada intinya menyatakan para Pemohon terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana pemilu sebagaimana dakwaan jaksa penuntut umum. Kemudian para Pemohon menyatakan banding atas Putusan PN Manado Nomor 138/Pid.Sus/2024/PN Mnd. Namun Pengadilan Tinggi Manado lewat putusannya nomor 78/PID/2024/PT MND pada intinya menguatkan Putusan PN Manado.
Menurut para Pemohon melalui penasihat hukumnya, pihaknya telah menyampaikan pada intinya menekankan PN Manado hanya memiliki waktu paling lambat tujuh hari setelah dilimpahkan berkas perkara untuk memeriksa, mengadili, hingga memutus perkara tindak pidana pemilu sebagaimana Pasal 482 ayat (1) UU Pemilu. Namun, para Pemohon mengatakan, PN Manado mengesampingkan hak mereka karena berkas perkara dilimpahkan pada 30 Mei 2024 dan didaftarkan pada 31 Mei 2024 beserta dengan semua ketetapannya. Sidang baru dimulai pada 7 Juni 2024 dan sidang sampai putusan akhir selesai pada 19 Juni 2024. Menurut para Pemohon, sidang dalam rangka pemeriksaan tindak pidana pemilu oleh PN Manado sudah melewati waktu tujuh hari kerja.
Para Pemohon menuturkan, Pasal 482 ayat (1) UU Pemilu memiliki interpretasi yang cenderung belum jelas sehingga menimbulkan kerugian Pemohon terhadap putusan yang dikeularkan Hakim Pengadilan Negeri Manado dan Hakim Pengadilan Tinggi Manado. Karena itu, para Pemohon mengajukan permohonan uji materi terhadap objek permohonan ini untuk memperkuat dan memperjelas Pasal 482 agar tidak menimbulkan multitafsir yang dapat merugikan masyarakat dan elemen-elemen terkait.
“Pada akhirnya merugikan para Pemohon dengan alasan karena Pasal 482 ayat (1) UndangUndang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dianggap tidak jelas sehingga tidak mencerminkan adanya kepastian hukum,” ujar kuasa hukum para Pemohon, Kris Tumbel yang mengikuti sidang pemeriksaan pendahuluan Perkara Nomor 117/PUU-XXII/2024 secara daring.
Nasihat hakim
Perkara ini disidangkan Majelis Hakim Panel yang dipimpin oleh Hakim Konstitusi Arief Hidayat didampingi Hakim Konstitusi M Guntur Hamzah dan Hakim Konstitusi Ridwan Mansyur. Menurut Ridwan, para Pemohon seharusnya mengaitkan putusan PN Manado dengan sejumlah peraturan perundang-undangan terkait lainnya selain UU Pemilu.
“Jangan hanya pada satu undang-undang ini saja dengan kalimat yang Saudara minta dibatalkan putusan (PN Manado) itu,” kata Ridwan.
Arief menyampaikan, permohonan para Pemohon belum memenuhi ketentuan Peraturan MK Nomor 2 Tahun 2021 tentang Tata Beracara dalam Perkara Pengujian Undang-Undang. Menurut dia, para Pemohon seharusnya memperbaiki permohonan secara keseluruhan dan menyusun kembali permohonan dengan berpedoman pada Peraturan MK.
Sebelum menutup persidangan, Arief mengonfirmasikan para Pemohon memiliki waktu 14 hari untuk memperbaiki permohonan. Berkas perbaikan permohonan harus diterima Mahkamah paling lambat pada Kamis, 19 September 2024 pukul 15.00 WIB.(*)
Penulis: Mimi Kartika
Editor: Lulu Anjarsari P.
Humas: Raisa Ayuditha Marsaulina
Ketua Panel Hakim Konstitusi Arief Hidayat bersama Hakim Konstitusi M Guntur Hamzah dan Hakim Konstitusi Ridwan Mansyur membuka sidang pendahuluan uji Undang-Undang tentang Pemilihan Umum, Rabu (04/09) di Ruang Sidang MK. Foto Humas/Ifa.
Rabu, 04 September 2024 | 08:17
Dibaca: 517
JAKARTA, HUMAS MKRI – Terdakwa kasus tindak pidana pemilu yang juga calon anggota legislatif (caleg) terpilih periode 2024 – 2029, Indra Wiliams Liempepas (Pemohon I) dan Christovel Liempepas (Pemohon II) mengajukan pengujian materi Pasal 482 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) ke Mahkamah Konstitusi (MK). Pasal yang diuji berkaitan dengan ketentuan waktu penyelesaian perkara tindak pidana pemilu oleh Pengadilan Negeri (PN) setelah pelimpahan berkas perkara.
Selengkapnya, Pasal 482 ayat (1) UU Pemilu berbunyi, “Pengadilan Negeri dalam memeriksa, mengadili, dan memutus perkara Tindak Pidana Pemilu paling lama 7 (tujuh) hari setelah pelimpahan berkas perkara dan dapat dilakukan dengan tanpa kehadiran terdakwa.” Para Pemohon berpendapat, pasal a quo bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD NRI) Tahun 1945.
Permohonan ini bermula dari Putusan PN Manado tertanggal 19 Juni 2024 yang pada intinya menyatakan para Pemohon terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana pemilu sebagaimana dakwaan jaksa penuntut umum. Kemudian para Pemohon menyatakan banding atas Putusan PN Manado Nomor 138/Pid.Sus/2024/PN Mnd. Namun Pengadilan Tinggi Manado lewat putusannya nomor 78/PID/2024/PT MND pada intinya menguatkan Putusan PN Manado.
Menurut para Pemohon melalui penasihat hukumnya, pihaknya telah menyampaikan pada intinya menekankan PN Manado hanya memiliki waktu paling lambat tujuh hari setelah dilimpahkan berkas perkara untuk memeriksa, mengadili, hingga memutus perkara tindak pidana pemilu sebagaimana Pasal 482 ayat (1) UU Pemilu. Namun, para Pemohon mengatakan, PN Manado mengesampingkan hak mereka karena berkas perkara dilimpahkan pada 30 Mei 2024 dan didaftarkan pada 31 Mei 2024 beserta dengan semua ketetapannya. Sidang baru dimulai pada 7 Juni 2024 dan sidang sampai putusan akhir selesai pada 19 Juni 2024. Menurut para Pemohon, sidang dalam rangka pemeriksaan tindak pidana pemilu oleh PN Manado sudah melewati waktu tujuh hari kerja.
Para Pemohon menuturkan, Pasal 482 ayat (1) UU Pemilu memiliki interpretasi yang cenderung belum jelas sehingga menimbulkan kerugian Pemohon terhadap putusan yang dikeularkan Hakim Pengadilan Negeri Manado dan Hakim Pengadilan Tinggi Manado. Karena itu, para Pemohon mengajukan permohonan uji materi terhadap objek permohonan ini untuk memperkuat dan memperjelas Pasal 482 agar tidak menimbulkan multitafsir yang dapat merugikan masyarakat dan elemen-elemen terkait.
“Pada akhirnya merugikan para Pemohon dengan alasan karena Pasal 482 ayat (1) UndangUndang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dianggap tidak jelas sehingga tidak mencerminkan adanya kepastian hukum,” ujar kuasa hukum para Pemohon, Kris Tumbel yang mengikuti sidang pemeriksaan pendahuluan Perkara Nomor 117/PUU-XXII/2024 secara daring.
Nasihat hakim
Perkara ini disidangkan Majelis Hakim Panel yang dipimpin oleh Hakim Konstitusi Arief Hidayat didampingi Hakim Konstitusi M Guntur Hamzah dan Hakim Konstitusi Ridwan Mansyur. Menurut Ridwan, para Pemohon seharusnya mengaitkan putusan PN Manado dengan sejumlah peraturan perundang-undangan terkait lainnya selain UU Pemilu.
“Jangan hanya pada satu undang-undang ini saja dengan kalimat yang Saudara minta dibatalkan putusan (PN Manado) itu,” kata Ridwan.
Arief menyampaikan, permohonan para Pemohon belum memenuhi ketentuan Peraturan MK Nomor 2 Tahun 2021 tentang Tata Beracara dalam Perkara Pengujian Undang-Undang. Menurut dia, para Pemohon seharusnya memperbaiki permohonan secara keseluruhan dan menyusun kembali permohonan dengan berpedoman pada Peraturan MK.
Sebelum menutup persidangan, Arief mengonfirmasikan para Pemohon memiliki waktu 14 hari untuk memperbaiki permohonan. Berkas perbaikan permohonan harus diterima Mahkamah paling lambat pada Kamis, 19 September 2024 pukul 15.00 WIB.(*)
Penulis: Mimi Kartika
Editor: Lulu Anjarsari P.
Humas: Raisa Ayuditha Marsaulina