Mode Suara

Hakim Konstitusi Arief Hidayat memimpin persidangan bersama dengan Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh dan Hakim Konstitusi Ridwan Mansyur, Selasa (15/10/2024). Foto Humas/Bayu

Selasa, 15 Oktober 2024 | 08:24

Dibaca: 49

Lulusan Teknik Elektro yang Menguji UU JPH Tak Hadiri Sidang

JAKARTA, HUMAS MKRI – Putra Arista Pratama yang berprofesi sebagai karyawan swasta mengajukan uji Undang-undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang Juncto Undang-undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal ke Mahkamah Konstitusi. Namun hingga persidangan dilaksanakan pada pukul 13.33 WIB, Pemohon tidak hadir dalam sidang yang teregistrasi Nomor 141/PUU-XXII/2024.

“Sidang ini terbuka untuk umum, bahwa Majelis sudah memanggil dengan patut kepada Pemohon. Sampai sidang ini dibuka, Pemohon tidak hadir maka sidang dinggap telah cukup dan selesai,” ucap Hakim Konstitusi Arief Hidayat yang memimpin jalannya sidang bersama dengan Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh dan Hakim Konstitusi Ridwan Mansyur pada Selasa (15/10/2024) dari Ruang Sidang Pleno MK.

Pada permohonan Pemohon menuliskan bahwa dirinya merasa atas berlakunya Pasal 48 point 9 Undang-undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang juncto Pasal 14 ayat (2) poin c Undang-undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (UU JPH) menciptakan diskriminasi atas kesempatan kerja yang terbuka baginya. Menurutnya  pasal tersebut bertentangan dengan Pasal 27 ayat (1) dan ayat (2) UUD NRI Tahun 1945.

Semula norma tersebut membuka lapangan pekerjaan bagi semua lulusan sarjana S1 dari semua jurusan untuk dapat menjadi auditor halal dan bekerja di Lembaga Pemeriksa Halal, terlebih saat ini Pemerintah sedang giat melakukan kewajiban produk halal. Namun kemudian norma terbaru justru memberikan kualifikasi yang berbeda dalam masing-masing profesi tersebut. Bahkan norma tersebut terlalu spesifik menyebut kualifikasi pendidikan, dengan hanya menyebutkan  sarjana teknik bidang industri dan kimia saja yang dapat menjadi auditor halal.

Untuk itu, dalam petitum permohonan Pemohon meminta agar Mahkamah memberikan redaksional baru atas Pasal 48 point 9 Undang-undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang juncto Pasal 14 ayat (2) point c Undang-undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal, yaitu “berpendidikan paling rendah sarjana strata 1 (satu)”, sehingga bunyi pasal tersebut adalah “Pengangkatan Auditor Halal oleh LPH sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan: a. warga negara Indonesia; b. beragama Islam; c. berpendidikan paling rendah sarjana strata 1 (satu) d. memahami dan memiliki wawasan luas mengenai kehalalan produk menurut syariat Islam; e. mendahulukan kepentingan umat di atas kepentingan pribadi dan/atau golongan; dan f. memperoleh sertifikat dari MUI.(*)

Penulis: Sri Pujianti
Editor: Lulu Anjarsari P.
Humas: Tiara Agustina