Mode Suara
Selasa, 08 Oktober 2024 | 08:27
Dilihat : 215JAKARTA, HUMAS MKRI – Para Pemohon Perkara Nomor 122/PUU-XXII/2024 menilai penting adanya pengaturan lama cuti dan jadwal cuti dengan memperhatikan keberlangsungan tugas penyelenggaraan pemerintahan daerah dalam Undang-Undang tentang Pemilihan Kepala Daerah (UU Pilkada). Apalagi setelah ditelusuri secara seksama dalam dokumen-dokumen pembahasan saat pembentukan UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada, ternyata tidak ada sama sekali alasan kenapa ketentuan pengaturan lama cuti dan jadwal cuti dari Pasal 70 ayat (3) dihapus atau dihilangkan.
“Hal ini menunjukkan alasan yang kuat bagi Mahkamah Konstitusi untuk memaknai ketentuan Pasal 70 ayat (3),” ujar kuasa hukum para Pemohon Nur Rizqi Khafifah dalam sidang perbaikan permohonan pada Senin (08/10/2024).
Para Pemohon berpendapat pengaturan cuti kampanye yang diatur dalam UU 10/2016 yang tidak harmonis dengan yang diatur dalam UU 7/2017, maka ketentuan Pasal 70 ayat (3) UU 10/2016 ini jelas bertentangan dengan Pasal 22E ayat (1) Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Sebab, sudah tidak terdapat lagi perbedaan rezim antara pemilihan umum (pemilu) dengan pemilihan kepala daerah.
Baca juga: Menyoal Batas Cuti Kampanye Bagi Calon Kepala Daerah Petahana
Pengaturan lama cuti dan jadwal cuti dengan memperhatikan keberlangsungan tugas penyelanggaran ditujukan agar pengaturan atau politik hukum cuti kampanye bagi kepala daerah petahana dapat diseimbangkan antara untuk mencegah calon kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah petahana menyalahgunakan fasilitas yang melekat pada jabatannya dengan tujuan untuk memastikan penyelenggaraan pemerintahan dearah sehari-hari tetap berjalan sebagaimana mestinya dan tidak terganggu oleh keharusan kepala daerah petahana menjalani cuti selama dua bulan penuh pada masa kampanye. Pengawasan yang ketat dan penerapan sanksi yang tegas dari lembaga yang berwenang terhadap penerapan ketentuan larangan menggunakan fasilitas yang terkait dengan jabatannya sangat diperlukan untuk mendukung pengaturan Pasal 70 ayat (3) UU Pilkada.
Pasal 70 ayat (3) UU Pilkada berbunyi, “Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati, dan Wakil Bupati, Walikota dan Wakil Walikota, yang mencalonkan kembali pada daerah yang sama, selama masa kampanye harus memenuhi ketentuan: a. menjalani cuti di luar tanggungan negara; dan b. dilarang menggunakan fasilitas yang terkait dengan jabatannya.” Sementara, dalam petitumnya, Pemohon meminta Mahkamah memaknai pasal a quo menjadi “Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati, dan Wakil Bupati, Walikota dan Wakil Walikota, yang mencalonkan kembali pada daerah yang sama, selama masa kampanye harus memenuhi ketentuan: a. menjalani cuti di luar tanggungan negara; b. pengaturan lama cuti dan jadwal cuti dengan memperhatikan keberlangsungan tugas penyelenggaraan pemerintahan daerah; dan c. dilarang menggunakan fasilitas yang terkait dengan jabatannya.”
Pemohon perkara ini tadinya hanya seorang advokat bernama Harseto Setyadi Rajah. Disampaikan dalam sidang perbaikan permohonan, dua warga bergabung menjadi Pemohon yaitu wiraswasta Agus Surahmat dan wiraswasta I Gede Yogantara Teguh Eko Wijaya.
“Untuk menguatkan biar enggak satu orang saja Yang Mulia dan ini berbeda wilayah (alamat),” kata Nur Rizqi. (*)
Penulis: Mimi Kartika
Editor: Lulu Anjarsari P.
Kuasa Hukum para Pemohon Nur Rizqi Khafifah dalam sidang perbaikan permohonan pada Senin (08/10/2024), dirunag sidang Panel MK. Foto: Humas/Panji
Selasa, 08 Oktober 2024 | 08:27
Dibaca: 215
JAKARTA, HUMAS MKRI – Para Pemohon Perkara Nomor 122/PUU-XXII/2024 menilai penting adanya pengaturan lama cuti dan jadwal cuti dengan memperhatikan keberlangsungan tugas penyelenggaraan pemerintahan daerah dalam Undang-Undang tentang Pemilihan Kepala Daerah (UU Pilkada). Apalagi setelah ditelusuri secara seksama dalam dokumen-dokumen pembahasan saat pembentukan UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada, ternyata tidak ada sama sekali alasan kenapa ketentuan pengaturan lama cuti dan jadwal cuti dari Pasal 70 ayat (3) dihapus atau dihilangkan.
“Hal ini menunjukkan alasan yang kuat bagi Mahkamah Konstitusi untuk memaknai ketentuan Pasal 70 ayat (3),” ujar kuasa hukum para Pemohon Nur Rizqi Khafifah dalam sidang perbaikan permohonan pada Senin (08/10/2024).
Para Pemohon berpendapat pengaturan cuti kampanye yang diatur dalam UU 10/2016 yang tidak harmonis dengan yang diatur dalam UU 7/2017, maka ketentuan Pasal 70 ayat (3) UU 10/2016 ini jelas bertentangan dengan Pasal 22E ayat (1) Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Sebab, sudah tidak terdapat lagi perbedaan rezim antara pemilihan umum (pemilu) dengan pemilihan kepala daerah.
Baca juga: Menyoal Batas Cuti Kampanye Bagi Calon Kepala Daerah Petahana
Pengaturan lama cuti dan jadwal cuti dengan memperhatikan keberlangsungan tugas penyelanggaran ditujukan agar pengaturan atau politik hukum cuti kampanye bagi kepala daerah petahana dapat diseimbangkan antara untuk mencegah calon kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah petahana menyalahgunakan fasilitas yang melekat pada jabatannya dengan tujuan untuk memastikan penyelenggaraan pemerintahan dearah sehari-hari tetap berjalan sebagaimana mestinya dan tidak terganggu oleh keharusan kepala daerah petahana menjalani cuti selama dua bulan penuh pada masa kampanye. Pengawasan yang ketat dan penerapan sanksi yang tegas dari lembaga yang berwenang terhadap penerapan ketentuan larangan menggunakan fasilitas yang terkait dengan jabatannya sangat diperlukan untuk mendukung pengaturan Pasal 70 ayat (3) UU Pilkada.
Pasal 70 ayat (3) UU Pilkada berbunyi, “Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati, dan Wakil Bupati, Walikota dan Wakil Walikota, yang mencalonkan kembali pada daerah yang sama, selama masa kampanye harus memenuhi ketentuan: a. menjalani cuti di luar tanggungan negara; dan b. dilarang menggunakan fasilitas yang terkait dengan jabatannya.” Sementara, dalam petitumnya, Pemohon meminta Mahkamah memaknai pasal a quo menjadi “Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati, dan Wakil Bupati, Walikota dan Wakil Walikota, yang mencalonkan kembali pada daerah yang sama, selama masa kampanye harus memenuhi ketentuan: a. menjalani cuti di luar tanggungan negara; b. pengaturan lama cuti dan jadwal cuti dengan memperhatikan keberlangsungan tugas penyelenggaraan pemerintahan daerah; dan c. dilarang menggunakan fasilitas yang terkait dengan jabatannya.”
Pemohon perkara ini tadinya hanya seorang advokat bernama Harseto Setyadi Rajah. Disampaikan dalam sidang perbaikan permohonan, dua warga bergabung menjadi Pemohon yaitu wiraswasta Agus Surahmat dan wiraswasta I Gede Yogantara Teguh Eko Wijaya.
“Untuk menguatkan biar enggak satu orang saja Yang Mulia dan ini berbeda wilayah (alamat),” kata Nur Rizqi. (*)
Penulis: Mimi Kartika
Editor: Lulu Anjarsari P.