Mode Suara
Kamis, 14 November 2024 | 03:14
Dilihat : 488JAKARTA, HUMAS MKRI - Mahkamah Konstitusi (MK) menjatuhkan Putusan Sela Perkara Nomor 132/PUU-XXII/2024 ihwal Pengujian Formil Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2024 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (UU KSDAHE), pada Kamis (14/11/2024) di Ruang Sidang MK. Permohonan pengujian formil UU KSDAHE ini diajukan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) dkk.
“Amar putusan, mengadili, menyatakan menunda pemeriksaan persidangan permohonan pengujian formil Perkara Nomor 132/PUU-XXII/2024 sampai dengan selesainya persidangan penyelesaian perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Kepala Daerah Tahun 2024; Memerintahkan pemerintah atau pihak lain untuk tidak menerbitkan peraturan pelaksana baru yang berkaitan dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2024 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2024 Nomor 138, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6953) sampai dengan adanya putusan akhir Mahkamah Konstitusi,” kata Ketua MK Suhartoyo membacakan amar putusan.
Dalam pertimbangan hukum yang dibacakan Wakil Ketua MK Saldi Isra, MK menyatakan berdasarkan Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH) pada 6 November 2024 telah memutuskan bahwa secara substansial terdapat urgensi bagi Mahkamah untuk memutus permohonan tersebut setelah mendapatkan penjelasan atau keterangan dari pihak pembentuk undang-undang agar persoalan mengenai keterpenuhan syarat pembentukan undang-undang dapat terjawab dengan terang dan jelas dengan didasarkan pada dokumen yang sah yang berkaitan dengan proses pembentukan undang-undang tersebut.
Sementara itu, bersamaan dengan proses pemeriksaan terhadap perkara tersebut, Mahkamah akan dihadapkan pada agenda nasional yaitu penyelesaian perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Kepala Daerah Tahun 2024 yang dapat menjadikan Mahkamah menghentikan untuk sementara seluruh pemeriksaan perkara termasuk perkara para Pemohon. Dengan demikian, Mahkamah memutuskan untuk menunda pemeriksaan persidangan permohonan pengujian formil dalam perkara Nomor 132/PUU-XXII/2024 sampai dengan selesainya tahapan persidangan penyelesaian perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Kepala Daerah Tahun 2024.
Baca juga:
Menguji Proses Pembentukan UU Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya
Pemohon Perbaiki Uji Formil UU Konservasi SDA Hayati dan Ekosistemnya
Sebagai tambahan informasi, Permohonan Perkara Nomor 132/PUU-XXII/2024 ini diajukan oleh Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), Yayasan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), Koalisi Rakyat Untuk Keadilan Perikanan (Kiara), dan seorang petani Bernama Mikael Ane. Para Pemohon melakukan pengujian Formil Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2024 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (UU 32/2024).
Dalam persidangan perdana yang digelar di MK pada Senin (7/10/2024) kuasa hukum para Pemohon, Gregorius Bruno Djako menyatakan pembentukan UU 32/2024 tidaklah bermanfaat, tidak berdaya guna dan tidak memiliki kehasilgunaan terutama bagi masyarakat adat dan komunitas lokal sebagai subjek hukum dalam pemberlakuan UU 32/2024. Hal tersebut ditandai dengan beberapa permasalahan substantif yang dapat dipastikan akan muncul dan dialami masyarakat adat atau komunitas lokal yang hidup di dalam dan di sekitar kawasan konservasi.
Menurutnya para Pemohon, tidak dilibatkannya pihak yang terdampak, serta pihak yang concern terhadap urusan sumber daya alam hayati Indonesia dan ekosistemnya, menyebabkan UU 32/2024 menjadi tidak mempunyai tujuan yang jelas yang hendak dicapai, seperti pemahaman ekosistem yang tidak menyentuh pada tingkat subjek hukum yang berkaitan erat dengan ekosistem sumber daya alam hayati Indonesia in casu masyarakat adat dan komunitas lokal yang hidup di dalam dan sekitar kawasan konservasi yang ditetapkan oleh negara.
Sebaliknya, UU 32/2024 justru membuka lebih banyak celah terjadinya potensi kriminalisasi, perampasan hak, diskriminasi dan pengabaian terhadap hak-hak masyarakat adat dan komunitas lokal yang hidup di dalam dan sekitar kawasan konservasi. Oleh karenanya menjadi terang benderang dan cukup dibuktikan telah terjadi kecacatan terhadap pembentukan UU 32/2024 terhadap asas kejelasan tujuan.
Dalam petitum, para Pemohon antara lain memohon Mahkamah agar menyatakan UU 32/2024 bertentangan dengan UUD 1945, oleh karenanya tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Pemohon juga meminta Mahkamah menyatakan UU 5/1990 serta Pasal 33 dan Pasal 69 huruf c UU 17/2019 tentang Sumber Daya Air berlaku Kembali.
Penulis: Utami Argawati.
Editor: N. Rosi.
Humas: Tiara Agustina.
Kuasa Hukum para Pemohon pengujian Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2024 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (UU KSDAHE), pada Kamis (14/11/2024) di Ruang Sidang MK. Foto: Humas/Panji
Kamis, 14 November 2024 | 03:14
Dibaca: 488
JAKARTA, HUMAS MKRI - Mahkamah Konstitusi (MK) menjatuhkan Putusan Sela Perkara Nomor 132/PUU-XXII/2024 ihwal Pengujian Formil Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2024 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (UU KSDAHE), pada Kamis (14/11/2024) di Ruang Sidang MK. Permohonan pengujian formil UU KSDAHE ini diajukan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) dkk.
“Amar putusan, mengadili, menyatakan menunda pemeriksaan persidangan permohonan pengujian formil Perkara Nomor 132/PUU-XXII/2024 sampai dengan selesainya persidangan penyelesaian perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Kepala Daerah Tahun 2024; Memerintahkan pemerintah atau pihak lain untuk tidak menerbitkan peraturan pelaksana baru yang berkaitan dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2024 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2024 Nomor 138, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6953) sampai dengan adanya putusan akhir Mahkamah Konstitusi,” kata Ketua MK Suhartoyo membacakan amar putusan.
Dalam pertimbangan hukum yang dibacakan Wakil Ketua MK Saldi Isra, MK menyatakan berdasarkan Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH) pada 6 November 2024 telah memutuskan bahwa secara substansial terdapat urgensi bagi Mahkamah untuk memutus permohonan tersebut setelah mendapatkan penjelasan atau keterangan dari pihak pembentuk undang-undang agar persoalan mengenai keterpenuhan syarat pembentukan undang-undang dapat terjawab dengan terang dan jelas dengan didasarkan pada dokumen yang sah yang berkaitan dengan proses pembentukan undang-undang tersebut.
Sementara itu, bersamaan dengan proses pemeriksaan terhadap perkara tersebut, Mahkamah akan dihadapkan pada agenda nasional yaitu penyelesaian perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Kepala Daerah Tahun 2024 yang dapat menjadikan Mahkamah menghentikan untuk sementara seluruh pemeriksaan perkara termasuk perkara para Pemohon. Dengan demikian, Mahkamah memutuskan untuk menunda pemeriksaan persidangan permohonan pengujian formil dalam perkara Nomor 132/PUU-XXII/2024 sampai dengan selesainya tahapan persidangan penyelesaian perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Kepala Daerah Tahun 2024.
Baca juga:
Menguji Proses Pembentukan UU Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya
Pemohon Perbaiki Uji Formil UU Konservasi SDA Hayati dan Ekosistemnya
Sebagai tambahan informasi, Permohonan Perkara Nomor 132/PUU-XXII/2024 ini diajukan oleh Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), Yayasan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), Koalisi Rakyat Untuk Keadilan Perikanan (Kiara), dan seorang petani Bernama Mikael Ane. Para Pemohon melakukan pengujian Formil Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2024 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (UU 32/2024).
Dalam persidangan perdana yang digelar di MK pada Senin (7/10/2024) kuasa hukum para Pemohon, Gregorius Bruno Djako menyatakan pembentukan UU 32/2024 tidaklah bermanfaat, tidak berdaya guna dan tidak memiliki kehasilgunaan terutama bagi masyarakat adat dan komunitas lokal sebagai subjek hukum dalam pemberlakuan UU 32/2024. Hal tersebut ditandai dengan beberapa permasalahan substantif yang dapat dipastikan akan muncul dan dialami masyarakat adat atau komunitas lokal yang hidup di dalam dan di sekitar kawasan konservasi.
Menurutnya para Pemohon, tidak dilibatkannya pihak yang terdampak, serta pihak yang concern terhadap urusan sumber daya alam hayati Indonesia dan ekosistemnya, menyebabkan UU 32/2024 menjadi tidak mempunyai tujuan yang jelas yang hendak dicapai, seperti pemahaman ekosistem yang tidak menyentuh pada tingkat subjek hukum yang berkaitan erat dengan ekosistem sumber daya alam hayati Indonesia in casu masyarakat adat dan komunitas lokal yang hidup di dalam dan sekitar kawasan konservasi yang ditetapkan oleh negara.
Sebaliknya, UU 32/2024 justru membuka lebih banyak celah terjadinya potensi kriminalisasi, perampasan hak, diskriminasi dan pengabaian terhadap hak-hak masyarakat adat dan komunitas lokal yang hidup di dalam dan sekitar kawasan konservasi. Oleh karenanya menjadi terang benderang dan cukup dibuktikan telah terjadi kecacatan terhadap pembentukan UU 32/2024 terhadap asas kejelasan tujuan.
Dalam petitum, para Pemohon antara lain memohon Mahkamah agar menyatakan UU 32/2024 bertentangan dengan UUD 1945, oleh karenanya tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Pemohon juga meminta Mahkamah menyatakan UU 5/1990 serta Pasal 33 dan Pasal 69 huruf c UU 17/2019 tentang Sumber Daya Air berlaku Kembali.
Penulis: Utami Argawati.
Editor: N. Rosi.
Humas: Tiara Agustina.